Minggu, 10 Februari 2008

Etika Bisnis Farmasi

Di sebuah lorong poliklinik sebuah RS, serombongan duta farmasi (medical representatives) mencegat seorang dokter untuk menjelaskan tentang obat yang dipromosikannya. Seorang duta farmasi membuka pertemuan dengan bertanya “dokter untuk kasus gangguan saluran cerna berapa obat esomeprazole sodium yang dokter resepkan untuk seorang pasien sehari?”. Si dokter berkata “sepanjang yang saya tahu obat ini diberikan 1 kali sehari”. Duta farmasi lalu berkata “kasihannya pasien dokter, sekarang bisa sampai 6 kali sehari lho dok”. Si dokter sangat terkejut dan berkata “anda bisa tunjukkan artikel penelitiannya pada saya?”. “Oh itu off label (pemakaian di luar indikasi medis yang seharusnya) dok”. Dokter tadi berkata “bila itu off label tentu saya tidak mau, itu akan merugikan pasien yang saya rawat”.
Pulang dari praktek di malam hari, dokter tadi mampir ke sebuah warnet dan menemukan bahwa esomeprazole sodium digunakan dengan dosis 1 kali sehari menurut situs FDA (balai POM di Amerika Serikat) dan MIMS. Kedua situs tersebut merupakan situs yang sangat terpercaya untuk informasi obat, dan tentu memiliki akuntabilitas yang jauh lebih baik daripada keterangan lisan sang duta farmasi. Pertanyaan menarik yang muncul adalah kenapa duta farmasi “nekat” memberikan informasi demikian.
Dokter yang bertugas di rumahsakit atau puskesmas pada umumnya menggunakan proses abdikasi (mengikuti kata dokter senior atau ilmu yang diperoleh di saat pendidikan) dan induksi (berdasar pengalaman klinis) dalam pengambilan keputusan klinis. Proses abdikasi tentu saja tidak boleh terus menerus dipakai karena perkembangan ilmu kedokteran yang sangat cepat. Sebuah obat yang baru diluncurkan dapat saja kemudian ditarik seteleh beberapa waktu karena terbukti berbahaya bagi pasien. Pada kondisi kerja yang sibuk, informasi dari para duta farmasi tentu saja dijadikan salah satu sumber informasi.
Informasi yang diberikan oleh para duta farmasi seringkali dalam bentuk lisan atau leaflet yang berisi informasi produk. Cukup jarang para duta farmasi memberikan artikel ilmiah yang terpercaya (diterbitkan oleh jurnal ilmiah kedokteran yang bergengsi). Bila pun diberikan artikel tentu pula tidak semua dokter mau dan sempat membacanya. Meminta para dokter untuk secara aktif mencari informasi di internet tentu pula tidak mudah. Kesibukan dan keterbatasan teknologi tentu bisa dijadikan alasan.
Informasi dari para duta farmasi yang diberikan secara lisan maupun dalam bentuk leaflet tentu saja terancam bias kepentingan. Sama seperti slogan “semua kecap adalah nomor satu”, maka tentu saja ada upaya untuk mempromosikan prduknya sebagai obat yang paling baik. Tidak jarang pula nama dokter senior atau dokter yang memiliki pasien yang banyak dicatut. Sudah selayaknyalah informasi yang diberikan pada para dokter mengacu pada artikel ilmiah yang asli. Sebuah artikel ilmiah tentu merupakan sumber yang dapat terpercaya. Sebuah publikasi ilmiah tentu akan disunting oleh tim redaksi jurnal kedokteran yang terpercaya.
Di dalam istilah Evidence Based Medicine (kedokteran berbasis bukti), maka informasi yang paling dapat dipercaya adalah informasi yang berasal dari penelitian yang dilakukan dengan kaidah ilmiah yang baik. Informasi yang tidak benar dan secara “mentah-mentah” diterima oleh dokter tentu saja memiliki dampak yang kurang baik. Dampak pertama adalah munculnya efek samping yang merugikan pasien. Sebuah obat bagaikan pisau yang bermata dua. Di satu sisi obat memiliki efek terapetik yang menyembuhkan, namun di sisi lain obat memiliki efek samping yang merugikan. Pemakaian obat yang berlebih (baik dosis maupun lama pemakaian) tentu akan memunculkan efek samping yang merugikan pasien. Dampak kedua yang muncul adalah peningkatan biaya pengobatan yang harus dibayar pasien. Bayangkan bila dokter diawal kisah meresepkan obat sampai 6 kali sehari, maka pasien akan membayar 6 kali lipat dari yang seharusnya.

Selasa, 05 Februari 2008

Gejala Pikun

Gejala awal demensia ditandai oleh “mudah lupa”. Mudah lupa ini ada yang bersifat “beniga”/ mudah lupa wajar, dan bersifat “maligna”/ mudah lupa yang sudah mengganggu aktivitas sehari-hari. Gejala yang sering dikeluhkan adalah lupa nama, lupa janji, lupa menaruh benda, lupa nama peristiwa, dsb. Pada kondisi ini aktivitas sehari-hari masih dapat dilakukan dengan baik, Gejala yang khas dan paling sering dilaporkan dari berbagai penelitian adalah lupa menaruh barang, sehingga muncul lelucon bahwa pada tahap ini seseorang akan mengikuti cabang olahraga baru yaitu “mencari-cari kacamata”.
Gejala akan berlanjut menjadi “mudah lupa yang maligna”, suatu kondisi yang disebut dengan Mild Cognitive Impairment. Pada kondisi ini mudah lupa semakin menjadi-jadi. Keluhan tidak hanya disampaikan oleh pasien, namun juga oleh banyak orang di sekitarnya. Aktivitas rutin harian masih normal, tetapi ada gangguan sedikit dalam aktivitas yang kompleks (misalnya: berberlanja). Kondisi ini di banyak kultur masih sering dianggap wajar, “bila sudah tua, ya wajar mudah lua”. Anggapan tersebut kurang tepat. Bila ditemukan pada tahap ang dini, demensia dapat diperlambat.
Bila penyakit berlanjt, maka akan muncul gejala demensia. Gejala yang umum dijumpai adalah gangguan memori dan ketidakmampuan mempertahankan informasi yang baru. Memori yang terganggu pada umumnya adalah memori jangka pendek. Pada tahap ini pasien seringkali menunjukkan gangguan perilaku, mudah curiga, marah-marah, sering berbohong, dan perilaku lain yang tidak wajar. Aktivitas harian mulai terganggu. Pada tahap yang lebih lanjut sering dijumpai gangguan tidur malam hari, kesulitan menemukan kata-kata, dan kehilangan kontrol atas buang air kecil dan buang air besar. Pada tahap akhir penyakit, pasien lebih banyak di tempat tidur, dan sepenuhnya tergantung pada bantuan orang lain.

Mengenal Pikun

Demensia mulai dikenal secara luas, ketika pada tahun 1995 mantan Presiden Amerika Serikat Ronald Reagen mengumumkan secara terbuka bahwa ia terkena demensia Alzheimer. Ronald Reagen menggambarkan kondisinya seperti perjalanan menuju ke arah senja kehidupan. Pada tanggal 6 Februari 2000 Reagen merayakan ulang tahunnya yang ke 89, dan pada saat itu Reagen sudah tidak mengenal siapapun kecuali istrinya, Nancy Reagen.
Demensia merupakan kemunduran proses intelektual yang terjadi secara bertahap, sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari penyandangnya. Kejadian demensia akan semakin meningkat dengan pertambahan usia. Kejadian demensia adalah 1,4% pada usia 65-69 tahun, 2,8% pada usia 70-74 tahun, 5,6% pada usia 75-79 tahun, dan 23,6% pada usia 85 tahun. Sebagian kasus demensia adalah demensia Alzheimer. Semakin tua seseorang akan semakin rentan untuk terkena demensia.
Penyebab demensia terbanyak adalah demensia Alzheimer. Penyebab lain demensia adalah demensia vaskuler (akibat gangguan pembuluh darah otak), demensia akibat penyakit parkinson, dan demensia sekunder akibat obat/ penyakit infeksi. Penyakit Alzheimer ditemukan pertama kali tahun 1906 oleh dokter Alois Alzheimer. Usia tua merupakan faktor penyebab utama muncunya demensia. Faktor risiko lain adalah riwayat keluarga, yang ditunjukkan dengan pewarisan gen ApoE. Faktor risiko lain munculnya demenesia adalah trauma kepala, stroke, diabetes, hipertensi, dan pemakaian obat-obatan tertentu.

Minggu, 27 Januari 2008

Mewaspadai Nyeri Punggung Bawah

Sebagian besar penyebab nyeri punggung bawah adalah bukan masalah kesehatan yang serius. Hanya kurang lebih 5% dari kasus nyeri punggung bawah yang disebabkan oleh masalah kesehatan yang serius (tumor, infeksi saraf tulang belakang). Gejala dan tanda bahwa suatu nyeri punggung disebabakan suatu penyakit yang serisu disebut “red flags”

“Red flags” adalah gejala atau tanda fisik yang memberi petunjuk akan adanya kelainan serius seperti fraktur, kanker, infeksi, dan sindrom kauda. “Yellow flag” adalah faktor psikologis yang memberi petunjuk bahwa nyeri pinggangnya cenderung berkembang menjadi kronik.
Pelacakan akan kausa non mekanik sangat ditentukan oleh ada tidaknya ”red flags” , yang menggambarkan adanya kecurigaan akan penyebab NPB yang serius. Nyeri pada saat istirahat, kelemahan tungkai, gangguan buang air kecil dan buang arir besar, rasa baal di tungkai, riwayat trauma yang signifikan, dan riwayat kanker/ infeksi spesifik merupakan berbagai ”tanda bahaya” pada NPB (Cohen, 2001). Bila anda mengalami nyeri punggung dengan salah satu atau lebih ”tanda bahaya” tersebut, maka segeralah berobat ke dokter.

Keterlibatan sistem saraf dicurigai apabila dalam anamnesa ditemukan gejala nyeri yang sifatnya menjalar sampai di bawah lutut, nyeri memburuk dengan berjalan, gangguan buang air kecil/ buang air besar, dan kelemahan pada tungkai. Dokter anda akan melakukan pemeriksaani yang teliti untuk konfirmasi (Gow, 2003).

Pemeriksaan penunjang akan sangat ditentukan oleh hasil wawancara dan pemeriksaan fisik. Pada kasus-kasus tanpa adanya ”red flags”, pemeriksaan pencitraan/ imaging dapat ditunda terlebih dahulu. Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan pemeriksaan terpilih pada kasus-kasus dengan kecurigaan penyakit serius di sistem saraft tulang belakang (Gow, 2003).

Penyebab Nyeri Punggung

Nyeri Punggung Bawah (NPB) adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat berupa nyeri lokal (inflamasi), maupun nyeri radikuler (menjalar) atau keduanya. Nyeri yang berasal dari punggung bawah dapat dirujuk ke daerah lain, atau sebaliknya nyeri yang bersal dari daerah lain dirasakan di daerah punggung bawah (referred pain) (Meliala, dkk, 2000). Nyeri Punggung Bawah (NPB) pada hakekatnya merupakan keluhan atau gejala dan bukan merupakan penyakit spesifik. Penyebab NPB antara lain kelainan muskuloskeletal, sistem saraf, vaskuler, visceral dan psikogenik. (Hogan, 2000, Czerniecki, 2001).

Berbagai bangunan peka nyeri (misalnya: tulang dan otot) terdapat di daerah punggung bawah. Semua bangunan-bangunan tersebut mengandung reseptor nyeri yang peka terhadap berbagai stimulus (mekanikal, termal, kimiawi). Reseptor-reseptor tersebut sebenarnya berfungsi sebagai proteksi (Skew, 2000). Penyebab unum dari nyeri punggung bawah adalah regangan otot punggung yang berlebih.

Bila Nyeri Menyerang Punggung Bawah

Bapak H (28 tahun) datang ke dokter dengan keluhan nyeri punggung bawah (nyeri boyok) yang hebat. Jalannya tertatih-tatih menahan sakit. Ia mengatakan kepada dokternya “dok saya kemarin mengangkat barang berat, dan beberapa waktu kemudian pinggang saya sangat sakit”. “Saya takut, jangan-jangan saya bisa lumpuh”, lanjut bapak H. Dokter melakukan wawancara dan melakukan pemeriksaan yang teliti pada bapak H, dan kemudian berkata “dari pemeriksaan saya tampaknya tidak ada masalah yang serius, sangat mungkin ini masalah otot saja”.

Nyeri punggung bawah (NPB) merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama. Kejadian nyeri punggung bawah di Amerika Serikat adalah sekitar 5% dari orang dewasa (Skew, 2000). Kurang lebih 60%-80% individu setidaknya pernah mengalami nyeri punggung dalam hidupnya (Gow, 2003).

Dalam penelitian multisenter di 14 rumah sakit pendidikan Indonesia, yang dilakukan kelompok studi nyeri (pokdi nyeri) Perdossi pada bulan Mei 2002 menunjukkan jumlah penderita nyeri sebanyak 4456 orang (25% dari total kunjungan), dimana 1598 orang (35,86%) merupakan penderita nyeri kepala dan 819 orang (18,37%) adalah penderita nyeri punggung bawah (NPB) (Meliala, 2004).

Nyeri punngung bawah merupakan 1 dari 10 penyakit terbanyak di Amerika Serikat dengan angka prevalensi berkisar antara 7,6-37%. Puncak insidensi nyeri punggung bawah adalah pada usia 45-60 tahun (Bratton, 1999). Pada penderita dewasa tua, nyeri punggung bawah dapat mengganggu aktivitas sehari-hari pada 40% penderita, dan gangguan tidur pada 20% penderita. Sebagian besar (75%) penderita akan mencari pertolongan medis, dan 25% diantaranya perlu dirawat inap untuk evaluasi lebih lanjut (Cohen, 2001).

Harapan Baru Bagi Perokok

Efek yang tidak menyenangkan diawal berhenti merokok dapat dikurangi dengan suatu obat baru yang disebut Varenicline Tartrate . Obat ini akan membantu mengurangi efek craving. Obat yang dipasarkan dengan merk dagang Champix ini telah tersedia di Indonesia. Varenicline akan berikatan pada reseptor dopamin untuk mengurangi efek penurunan dopamin di otak yang bersifat mendadak.

Rokok adalah hal yang berbahaya. Bahaya rokok tidak saja mengenai orang yang merokok, namun orang lain disekitar perokok (sebagai perokok pasif). Banyak penelitian secara konsisten menghubungkan rokok dengan berbagai penyaki. “Stop Rokok” merupakan semboyan yang harus selalu diingat, “mencegah lebih baik daripada mengobati”.